Masjid Mantingan atau Masjid Astana Mantingan merupakan masjid kedua setelah Masjid Agung Demak, yang dibangun pada tahun 1481 Saka atau tahun 1559 Masehi berdasarkan candrasengkala
yang terukir pada mihrab Masjid Mantingan berbunyi “Rupa Brahmana Warna
Sari”. Pembangunan masjid ini berkait dengan anak R. Muhayat Syeh,
sultan Aceh, yang bernama R. Toyib. Pada awalnya R. Toyib yang
dilahirkan di Aceh ini menimba ilmu ke Tanah Suci dan Negeri Cina
(Campa) untuk dakwah Islamiyah. Ia pergi ke Jawa (Jepara) dan menikah
dengan Ratu Kalinyamat (Retno Kencono). Ratu ini adalah putri Sultan Trenggono, sultan Kerajaan Demak. Akhirnya dia mendapat gelar Sultan Hadlirin dan sekaligus dinobatkan sebagai adipati Jepara hingga wafat.
Masjid ini merupakan salah satu pusat aktivitas penyebaran agama
Islam di pesisir utara Pulau Jawa dan merupakan masjid kedua setelah
masjid Agung Demak. Konon, pengawas pekerjaan pembangunan masjid ini
adalah Babah Liem Mo Han.
Masjid Mantingan sebagai salah satu konsep Masjid-Makam-Keraton,
karena disanalah disemayamkan Sultan Hadlirin, pada tahun 1559 dengan
sengkala Rupa Brahmana Warna Sari. Di Masjid Mantinganini kebudayaan di
kembangkan pada ornament-ornamen yang digunakan berupaukiran dengan
motif suluran flora dan fauna yang disamarkan. Tipologi bangunan dengan
konsep perpaduan Islam-Hindu terlihat jelas pada bentuk bangunan serta gapura yang berbentuk lengkung.
Arsitektur Masjid didirikan dengan lantai tinggi ditutup dengan ubin bikinan Tiongkok,
dan demikian juga dengan undak-undakannya. Semua benda tersebut
didatangkan dari Makao. Bangunan atap termasuk bubungan adalah gaya
Tiongkok. Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar
bergambar biru, sedang dinding sebelah tempat imam dan khatib dihiasi
dengan relief-relief persegi.
Salah satu ciri masjid ini adalah reliefnya.
Beberapa di antaranya memiliki pola tanaman yang membentukkan rupa
makhluk hidup, sehingga tidak dapat dikatakan melanggar larangan agama
Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar